Karawang Hapus Sekitar 6.000 Penerima Bansos PKH karena Indikasi Judi Online dan Pinjol
Kabupaten Karawang, Jawa Barat — Sekitar 6.000 keluarga penerima manfaat (KPM) pada program bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Karawang dicoret dari daftar penerima setelah ditemukan indikasi keterlibatan dalam aktivitas judi online, pinjaman online (pinjol) maupun penggunaan layanan pay-later. Informasi ini disampaikan oleh Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial pada Dinas Sosial Kabupaten Karawang, Asep Ahmad Saepulah.
Dinas Sosial Karawang menyatakan bahwa pencoretan dilakukan sebagai respons terhadap laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menunjukkan adanya penyalahgunaan rekening atas nama KPM PKH untuk transaksi yang tidak sejalan dengan tujuan program.
Langkah ini adalah bagian dari upaya memperkuat mekanisme penyaluran bantuan sosial agar tepat sasaran. Konteksnya lebih luas: PPATK mencatat bahwa pada tahun 2024 terdapat 571.410 NIK penerima bansos yang juga terindikasi sebagai pemain judi online dengan transaksi hingga Rp 957 miliar.
Mengapa Karawang menjadi perhatian?
Karawang menjadi fokus karena angkanya dianggap signifikan: 6.000-an KPM yang dicoret setara dengan sebagian besar dari data lokal yang diterima. Dalam berbagai daerah, penyalahgunaan rekening bansos untuk aktivitas di luar tujuan semula menjadi tantangan serius. Pengawas internal mencatat bahwa beberapa kata “penerima” ternyata bukan aktif menggunakan bantuan secara langsung, melainkan identitasnya dimanfaatkan oleh pihak lain.
Dampak dan tantangan pelaksanaan
Pencoretan KPM tentu berdampak pada akses bantuan yang selama ini menjadi salah satu jalur sosial bagi keluarga miskin. Namun di lain sisi, bila bantuan tersebut disalahgunakan, maka efektivitas program secara keseluruhan akan menurun—penyaluran menjadi kurang tepat sasaran dan menimbulkan ketidakadilan terhadap KPM yang benar-benar membutuhkan.
Salah satu tantangan yang diidentifikasi adalah “identitas” KPM yang dipakai oleh pihak lain atau penggunaan rekening yang tidak semestinya oleh penerima atau anggota keluarga. Hal ini memperumit proses verifikasi dan memunculkan risiko bahwa bantuan masyarakat miskin malah diambil alih oleh mekanisme ilegal.
Langkah ke depan
Untuk memperkuat mekanisme pengawasan, sinergi antara Dinas Sosial, PPATK, dan lembaga terkait semakin penting. Pemerintah daerah diminta untuk menjaring laporan masyarakat, memblokir rekening mencurigakan, dan memastikan data penerima berjalan secara bersih dan transparan.
Dengan demikian, pencoretan ini seharusnya bukan sekadar hukuman administratif, tetapi juga momentum untuk memperkuat literasi keuangan dan digital bagi KPM—agar bantuan sosial benar-benar mencapai tujuan sosialnya dan tidak terjebak dalam praktik ekonomi ilegal.

Posting Komentar